Membangun masa depan yang lebih baik tentunya tidak akan pernah lepas dari perjalanan masa lalu, karena masa lalu dapat dijadikan perbandingan/tolak ukur apakah keadaan masa kini menjadi lebih baik daripada keadaan masa lalu/lampau. Untuk meneliti dan membandingkan tidak saja kita harus melihat hal-hal besar, namun yang besar akan mendapat penilaian apabila tidak melupakan hal-hal yang kecil sekalipun. Dengan demikian kita jangan mengabaikan sesuatu yang berkaitan dengan peradaban suatu wilayah serta struktur dan karakter masyarakat walaupun hanya sebatas peradaban sebuah desa yakni Desa Sirnoboyo. Sejarah asal usul Desa Sirnoboyo dari sejak abad XV sampai dengan kerajaan Belanda hingga era reformasi abad XXI, sebagimana yang ditulis dalam buku Mengenal Pacitan serta menurut cerita legenda rakyat yang dikisahkan para sesepuh Desa Sirnoboyo.
Pada abad ke XV di Pacitan telah berkembang agama Hindu Budha yang berkiblat kepada kerajaan Majapahit dipimpin oleh Ki Ageng Buwono Keling dan bertempat tinggal di Jati Kecamatan Kebonagung. Dengan datangnya ajaran agama Islam yang cepat sekali di Pulau Jawa maka terdesaklah pengaruh agama Hindu Budha di Pacitan. Ajaran Islam tersebut dibawa oleh Ki Ageng Petung (Kyai Siti Geseng) bersama Syeh Maulana Maghribi dan bangsawan, negeri Buwono Keling di Jati Kecamatan Kebonagung, menurut legenda disebut daerah Wengker Kidul. Masyarakatnya menganut agama Hindu Budha. Negerinya terkenal makmur, Ki Ageng Buwono Keling adalah seorang yang sakti dan memiliki aji pancasona., mereka hidup aman sentosa di Jati bersama rakyatnya. Rumah tangga Ki Ageng Buwono Keling mengalami goncangan dengan kedatangan para mubaligh Islam yang meminta Ki Ageng beserta rakyatnya di pesisir kidul memeluk agama Islam yang dipimpin oleh Kyai Ageng Petung dan Kyai Ageng Posong serta Syeh Maulanan Maghribi, karena Ki Ageng Buwono keling tidak mau akhirnya terjadi peperangan yang dimenangkan oleh para mubaligh Islam. Singkat cerita, Kyai Ageng Petung menetap di Rejoso, sedangkan Syeh Maghribi membuka hutan yang kemudian menjadi Desa duduhan, konon Desa Sirnoboyo merupakan wilayah Kademangan Ngemplak. Namanya Kedawung masih ikut Ngemplak yang kemudian diminta dengan syarat boleh membawa rakyatnya tetapi lahan/tanah garapannya tidak boleh dibawa. Pada jaman kerajaan Belanda, Desa Sirnoboyo dipimpin oleh seorang Bekel. Bekel yang pertama kali adalah Bekel Bairakas, kurang lebih tahun 1826.
Kemudian adanya pergantian urut-urutan kepemimpinan Bekel Sirno (makamnya di Dusun Krajan) terjadi huru hara mara bahaya yang kemudian beliau dapat mrantasi/menyelesaikan karya dari bebaya dan wewengkon/tlatah ini belum ada namanya, maka disebutlah wewengkon Sirnoboyo yang artinya melenyapkan/menyirnakan semua mara bahaya dari gangguan dan bencana serta wabah, adapun urutan kepemimpinan wewengkon sebelum ditandai dengan nama Sirnoboyo dan sesudah sebagai berikut : 1. Ki Ageng Mendole (keturunan Ki Ageng Buwono Keling) 2. Bekel Bairakas 3. Bekel Baikusuma 4. Bekel Sirno 5. Demang Djogo Karjo 6. Lurah Jahman somo Pawiro 7. Lurah Karto Pawiro 8. Lurah Kidam 9. Lurah Sidal 10. Lurah Samadi Kartodinomo 11. Lurah Maksum 12. Lurah Ali Sukandar 13. Lurah Wiro Rejo/Dhawud 14. Pjs Kepala Desa Wirjo 15. Kepala Desa Modho Hadi Admojo 16. Kepala Desa Imam Turmudi 17. Kepala Desa Sahoedi 18. Kepala Desa Arifin, SE ( 2 periode 2007 – 2012 lanjut 2012 - 2017)
Desa Sirnoboyo beberapa tahun yang lalu mengalami pasang surut sesuai dengan kondisi daerahnya yang memiliki dataran yang rendah dan sangat rawan banjir, kegiatan pembangunan masih didominasi oleh masyarakat yang kental dengan kegiatan gotong-royong. Sejak April 1969 pemerintah menciptakan stabilitas nasional yang merupakan syarat mutlak pelaksanaan Rencana Pembangunan Lima Tahun ke I, seperti hal lain di kabupaten Pacitan, yaitu telah menunjukkan kemajuan yang dapat dilihat dan dirasakan oleh masyarakat. Pembangunan di Desa Sirnoboyo mulai tertata dengan adanya dana bantuan dari pemerintah yaitu dana Bandes kepada desa yang bertujuan untuk menggerakkan swadaya masyarakat sehingga dapat menumbuhkan dan meningkatkan partisipasi gotong-royong baik berupa tenaga, uang, maupun material dalam kegiatan pembangunan di desanya.
Pada saat itu pemerintah membentuk Lembaga Sosial Desa (LSD) setelah terbentuknya LSD maka penataan pembangunan diawali dengan musyawarah perencanaan. Tahun 1984 pemerintah menyempurnakan LSD dengan nama Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD) sekarang (LPMD) lembaga ini tugas dan fungsinya membantu kepala desa dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan di desa. Dari tahun ke tahun pembangunan di desa Sirnoboyo mengalami perubahan hal ini dirasakan oleh warga masyarakat. Pada tahun 90 an di bangun seperti tanggul desa (oleh Das Bengawan Solo) dan 5 buah Pintu Air untuk mengurangi dan memperlancar arus banjir (Desa Sirnoboyo rawan banjir), pembuatan jalan dan jembatan desa, pembangunan sarana pendidikan.
Sejak Tahun 1997 pemerintah mengalami krisis multidimensi kondisi ekonomi Indonesia menjadi carut marut tidak terkendali dampak krisis sangat dirasakan oleh semua lapisan masyarakat, kegiatan pembangunan mengalami berbagai kendala. Kemudian dengan adanya era reformasi sedikit demi sedikit kondisi ekonomi pemerintah mulai berangsur baik, pembangunan dapat dijalankan walaupun belum memenuhi kebutuhan masyarakat dan banjir tahunan masih melanda Sirnoboyo.
Kemudian mulai Tahun 2011 di Desa Sirnoboyo mengalami peningkatan kegiatan pembangunannya sesuai kebutuhan masyarakat, hal ini berkat kerja sama seluruh masyarakat, pemangku kepentingan dan senergisitas progaram Satuan Kerja Perangkat Daerah dengan Rencana Pengembangan Desa Pesisir (RPDP) Desa,RPJMDes dan Rencana Pengembangan Desa Tangguh Bencana (RAK & Kontijensi). Banjir tahunan sekarang sudah jauh berkurang dengan adanya program PDPT mulai Tahun 2012 ,2013 dan 2014. Kegiatan Pengembangan Desa Pesisir Tangguh (PDPT) di Desa Sirnoboyo mendapat penghargaan Terbaik II Adi Bhakti Mina Bahari.Tingkat Nasional dari Pemerintah Pusat katagori PDPT.
0 komentar:
Posting Komentar